Blogger Widgets

Selasa, 21 Januari 2014

Bangka Belitung

Cerita Rakyat Bangka Belitung - Bujang Katak

Bujang Katak adalah seorang pemuda miskin yang tinggal di sebuah dusun di daerah Bangka, Provinsi Bangka-Belitung (Babel), Indonesia. Ia dipanggil Bujang Katak karena bentuk tubuhnya seperti katak. Walaupun demikian, ia mempunyai istri seorang putri raja yang cantik jelita. Bagaimana Bujang Katak dapat mempersunting seorang putri raja? Ikuti kisahnya dalam cerita Bujang Katak berikut ini!
* * *
Alkisah, di sebuah dusun di daerah Bangka, Provinsi Bangka-Belitung (Babel), hidup seorang perempuan tua yang sangat miskin. Ia tinggal seorang diri di sebuah gubuk reot yang terletak di kaki bukit. Ia tidak memiliki sanak saudara. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia menggarap sebidang tanah (ladang) warisan orang tuanya.
Pada suatu ketika, musim tanam tiba. Seluruh warga dusun sibuk bekerja di ladang masing-masing, tidak terkecuali perempuan tua itu. Namun karena tubuhnya sudah lemah, ia sebentar-sebentar beristirahat untuk melepas lelah. Ketika sedang duduk beristirahat, tiba-tiba ia berangan-angan ingin mempunyai anak.
“Seadainya aku mempunyai anak tentu aku tidak secapek ini bekerja. Bagaimana jadinya nanti kalau aku sudah tidak mampu lagi bekerja. Siapa yang akan menggarap ladang ini?” pikirnya.
Setelah itu, ia pun kembali melanjutkan pekerjaannya. Menjelang siang hari, ia kembali ke gubuknya untuk beristirahat. Pada malam harinya, cuaca tampak terang, ia duduk-duduk di depan gubuknya. Pandangan matanya menerawang ke langit. Ia kembali berangan-angan ingin mempunyai anak.
Perempuan tua itu segera menengadahkan kedua tangannya ke atas lalu berdoa, “Ya, Tuhanku! Berilah hamba seorang anak, walaupun hanya berbentuk katak.”
Berselang tiga hari kemudian, perempuan tua itu merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam perutnya.
“Ya Tuhan! Ada apa di dalam perutku ini. Sepertinya ada benda yang bergerak-gerak,” ucap perempuan itu sambil mengelus-elus perutnya.
Rupanya, ia sedang mengandung. Tuhan telah mengabulkan doanya. Alangkah bahagianya hati perempuan tua itu. Semakin hari perutnya pun tampak semakin membesar. Para penduduk dusun pun bertanya-tanya mengenai kehamilan perempuan tua itu.
“Bagaimana si tua renta itu bisa hamil? Bukankah dia itu tidak mempunyai suami?” kata seorang penduduk.
“Wah, jangan-jangan dia telah berbuat tidak senonoh di dusun ini,” sahut seorang warga lainnya.
Demikian, perempuan itu setiap hari menjadi bahan pembicaraan para penduduk. Pada suatu malam, perempuan itu berteriak-teriak meminta tolong karena mengalami sakit perut yang luar biasa. Mendengar teriakan itu, para warga pun berdatangan hendak menolongnya. Namun, baru saja sampai di depan gubuk perempuan tua itu, mereka mendengar suara tangis bayi. Alangkah terkejutnya mereka ketika masuk ke dalam gubuk. Ternyata perempuan tua itu telah melahirkan seorang anak yang bentuk dan kulitnya seperti katak.
“Hei, Perempuan Tua! Bagaimana hal ini bisa terjadi?” tanya seorang warga heran.
“Iya. Apakah kamu telah berhubungan badan dengan katak?” tanya warga lainnya dengan nada mengejek.
Perempuan itu pun menceritakan semua kejadian yang telah dialaminya hingga ia bisa melahirkan anak berbentuk seekor katak. Setelah mendengar penuturan si perempuan tua itu, para warga pun kembali ke rumah masing-masing.
Sementara perempuan tua itu tetap menerima kenyataan dengan perasaan suka-cita. Ia sadar bahwa kenyataan yang dialaminya adalah permintaannya sendiri. Ia pun merawat dan membesarkan bayinya dengan penuh kasih sayang.
Waktu terus berjalan. Anak yang mirip katak itu tumbuh menjadi dewasa. Penduduk dusun memanggilnya Bujang Katak. Ia adalah pemuda yang rajin. Sejak kecil ia tidak pernah pergi ke mana-mana, kecuali membantu ibunya bekerja di ladang, sehingga ia tidak mengetahui situasi dan kehidupan di sekelilingnya. Ibunya pun tidak pernah bercerita kepadanya.
Pada suatu hari, Bujang Katak meminta ibunya agar bercerita kepadanya tentang keadaan di negeri itu.
“Anakku, ketahuilah! Negeri ini diperintah oleh seorang raja yang mempunyai tujuh putri yang cantik dan rupawan. Ketujuh putri raja tersebut belum seorang pun yang menikah,” cerita sang Ibu.
Sejak mendengar cerita ibunya itu, Bujang Katak selalu tampak murung membayangkan kecantikan ketujuh putri sang Raja. Dalam hatinya, ia ingin sekali mempersunting salah seorang dari mereka. Namun, ia tidak berani mengungkapkan perasaan tersebut kepada ibunya.
Pada suatu sore, sang Ibu melihatnya sedang duduk termenung seorang diri di depan gubuknya.
“Apa yang sedang kamu pikirkan, Anakku? Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanya sang Ibu sembari duduk di samping anaknya.
“Benar, Bu!” jawab Bujang Katak singkat.
“Apakah itu, Anakku? Katakanlah!” desak ibunya.
“Bu, bukankah aku sekarang sudah dewasa? Aku ingin mempunyai seorang pendamping hidup. Sudikah Ibu meminang salah seorang putri raja untukku?” pinta Bujang Katak.
Betapa terkejutnya sang Ibu mendengar permintaan anaknya itu. Baginya, permintaan itu sangatlah berat.
“Sungguh berat permintaanmu itu, Anakku! Kita ini orang miskin. Mustahil dari tujuh putri raja tersebut ada yang mau menikah denganmu, apalagi melihat kondisimu seperti ini,” ujar sang Ibu.
“Tapi, Bu! Sebaiknya Ibu mencobanya dulu. Siapa tahu salah seorang di antara mereka ada yang mau menerima lamaranku,” desak Bujang Katak.
Oleh karena sayang kepada putranya, sang Ibu pun menyanggupi permintaan itu. Keesokan harinya, berangkatlah sang Ibu seorang diri ke istana hendak melamar salah seorang putri raja. Sesampainya di istana, ia pun disambut dengan baik oleh sang Raja.
“Hai, Perempuan Tua! Kamu siapa dan apa maksud kedatanganmu kemari?” tanya sang Raja.
Namun karena tidak berani berkata terus terang, Ibu Bujang Katak menjawabnya dengan pantun.
“Te... sekate menjadi gelang.
Pe... setempe nek madeh pesan urang”
Sang Raja yang mengerti maksud pantun itu kembali bertanya kepada perempuan itu.
“Apakah engkau ingin meminang salah seorang putriku?”
“Be... be... benar, Baginda! Hamba mohon ampun atas kelancangan hamba. Kedatangan hamba kemari ingin menyampaikan pinangan putra hamba yang bernama Bujang Katak kepada salah seorang putri Baginda,” jawab perempuan itu gugup.
“Ooo, begitu! Baiklah, aku akan menanyakan dulu hal ini kepada ketujuh putriku,” kata sang Raja.
Sang Raja pun segera memanggil ketujuh putrinya untuk menghadap. Setelah mengetahui maksud kedatangan perempuan itu, para putri Raja bukannya memberikan jawaban dengan kata-kata sopan, melainkan memperlakukan perempuan itu dengan tindakan kasar. Satu per satu mereka maju meludahi kepala perempuan tua itu. Hanya Putri Bungsu yang tidak melakukan hal itu. Hatinya tidak tega melihat kakak-kakaknya berlaku kasar kepada perempuan tua itu. Namun, ia juga tidak berani mengatakan bahwa ia sebenarnya bersedia menerima pinangan tersebut, karena takut kepada sang Raja.
Ibu Bujang Katak pun pulang dengan perasaan sedih. Sesampainya di gubuk, ia segera menceritakan semua kejadian yang dialaminya di istana kepada Bujang Katak. Mendengar cerita ibunya tersebut, Bujang Katak merasa yakin bahwa Putri Bungsu sebenarnya bersedia menerima pinangannya.
“Besok Ibu harus kembali ke istana untuk menemaniku menghadap sang Raja. Aku yakin Putri Bungsu akan menerima pinanganku, karena dialah satu-satunya yang tidak meludahi kepala Ibu,” kata Bujang Katak dengan nada sedikit memaksa.
Keesokan harinya, Bujang Katak bersama ibunya berangkat ke istana. Alangkah terkejutnya sang Raja saat melihat Bujang Katak yang datang bersama ibunya.
“Hei, perempuan tua! Apakah ini anakmu yang bernama Bujang Katak itu?” tanya sang Raja.
“Benar, Baginda,” jawab ibu Bujang Katak.
“Ha... ha..., pantas saja ia dinamakan Bujang Katak! Bentuknya mirip seperti katak,” ucap sang Raja mengejek.
Setelah itu, sang Raja pun segera memanggil ketujuh putrinya dan menanyakan apakah mereka bersedia menikah dengan si manusia katak. Namun, dengan sombongnya, para putri Raja satu per satu meludahi kepala Bujang Katak, kecuali si Putri Bungsu.
Melihat sikap putri bungsunya itu, sang Raja pun bertanya kepadanya.
“Hei, Putriku! Kenapa kamu diam saja? Apakah kamu bersedia menikah dengan manusia katak itu?”
“Ampun, Ayahanda! Jika Ayahanda merestui, Ananda bersedia menjadi istri Bujang Katak,” jawab Putri Bungsu.
Alangkah terkejutnya sang Raja mendengar jawaban putrinya itu. Ia pun segera meminta nasehat kepada menteri penasehat Raja. Rupanya, menteri penasehat Raja setuju jika Putri Bungsu menikah dengan Bujang Katak.
“Baiklah, manusia katak! Kamu boleh menikah dengan putriku, asalkan sanggup memenuhi satu syarat,” kata sang Raja.
“Apakah syarat itu, Baginda?” tanya Bujang Katak penasaran.
“Kamu harus membuat jembatan emas yang panjangnya mulai dari gubukmu sampai pintu gerbang istana ini. Apakah kamu sanggup menerima syaratku ini?” tanya sang Raja.
`Hamba sanggup, Baginda!” jawab Bujang Katak.
“Tapi, ingat! Jembatan emas itu harus terwujud dalam waktu satu minggu. Jika tidak, maka hukuman mati yang akan kamu dapatkan,” ancam sang Raja.
Bujang Katak pun tidak gentar terhadap ancaman sang Raja. Dengan perasaan gembira, ia bersama ibunya segera kembali ke gubuknya. Sesampainya di gubuk, sang Ibu kebingungan memikirkan cara untuk memenuhi permintaan sang Raja tersebut. Ia tidak ingin kehilangan anak yang sangat disayanginya itu.
“Anakku! Bagaimana kita dapat mewujudkan permintaan Raja, sementara kita ini orang miskin?” tanya sang Ibu bingung.
“Tenang, Bu! Aku akan pergi bertapa di suatu tempat yang sepi. Jika Yang Mahakuasa menghendaki, apapun bisa terjadi,” jawab Bujang Katak dengan penuh keyakinan.
Pada saat hari mulai gelap, Bujang Katak ditemani ibunya pergi ke suatu tempat yang sepi di tengah hutan untuk bertapa. Sudah enam hari enam malam ia dan ibunya bertapa, namun belum juga menemukan tanda-tanda akan datangnya keajaiban. Pada malam ketujuh, keajaiban itu pun tiba. Seluruh tubuh Bujang Katak memancarkan sinar berwarna kekuning-kuningan. Kulit katak yang menyelimuti seluruh tubuhnya sedikit demi sedikit mengelupas. Secara ajaib, Bujang Katak pun berubah menjadi pemuda yang tampan dan gagah. Kemudian ia membakar kulit katak pembalut tubuhnya itu. Maka seketika itu pula, kulit katak tersebut menjelma menjadi tumpukan emas batangan. Dengan perasaan gembira, Bujang Katak bersama ibunya segera menyusun emas batangan tersebut dari gubuknya hingga pintu gerbang istana. Dalam waktu semalam, terwujudlah sebuah jembatan emas seperti yang diminta oleh sang Raja.
Keesokan harinya, istana menjadi gempar. Sang Raja beserta seluruh keluarga istana yang mengetahui keberadaan jembatan emas itu segera berlari menuju ke arah pintu gerbang istana. Sang Raja sangat kagum melihat keindahan jembatan emas itu. Batangan-batangan emas yang diterpa sinar matahari pagi tersebut memancarkan sinar kekuning-kuningan. Beberapa saat kemudian, dari kejauhan tampak seorang perempuan tua berjalan beriringan dengan seorang pemuda tampan dan gagah sedang menuju ke arah tempat mereka berdiri.
“Hei, Pengawal! Siapa kedua orang itu?” tanya sang Raja kepada pengawalnya.
“Ampun, Baginda! Bukankah perempuan tua itu ibunya Bujang Katak? Tapi, Baginda, hamba tidak mengenal siapa pemuda yang sedang berjalan bersamanya itu,” jawab seorang pengawal.
Ketika perempuan tua dan pemuda itu sampai di depannya, sang Raja pun segera bertanya, “Hei, perempuan tua! Siapa pemuda itu?”
“Dia Bujang Katak, putra hamba,” jawab perempuan tua itu lalu menceritakan semua peristiwa yang dialami Bujang Katak hingga ia bisa berubah menjadi pemuda yang tampan.
Bujang Katak pun segera berlutut memberi hormat kepada sang Raja.
“Ampun, Baginda! Hamba ini Bujang Katak,” kata Bujang Katak.
Betapa terkejutnya sang Raja beserta seluruh keluarga istana. Mereka benar-benar tidak pernah mengira sebelumnya jika Bujang Katak adalah seorang pemuda yang gagah dan tampan.
“Baiklah, Bujang Katak! Karena kamu telah memenuhi persyaratanku, maka sesuai dengan janjiku, aku akan menikahkanmu dengan putri bungsuku,” kata sang Raja.
Beberapa hari kemudian, pesta pernikahan Bujang Katak dengan Putri Bungsu dilangsungkan selama tujuh hari tujuh malam. Para undangan yang datang dari penjuru negeri turut gembira dan bahagia menyaksikan pesta pernikahan tersebut. Namun, lain halnya dengan keenam kakak Putri Bungsu, mereka sangat sedih dan menyesal karena telah menolak pinangan Bujang Katak.
Usai pesta perkawinan tersebut, keenam kakak Putri Bungsu memerintahkan kepada seorang pengawal istana untuk pergi menangkap katak di sawah. Mereka mengira bahwa Bujang Katak berasal dari katak biasa yang hidup di sawah. Tidak berapa lama, pengawal itu pun kembali dari sawah sambil membawa enam ekor katak. Setiap putri mendapat seekor katak, lalu membawanya masuk ke dalam kamar masing-masing dan memasukkannya ke dalam lemari dengan harapan katak-katak tersebut akan menjelma menjadi seorang pemuda tampan seperti Bujang Katak.
Tujuh hari kemudian, keenam putri tersebut membuka lemari masing-masing. Namun malang nasib mereka, katak-katak tersebut bukannya menjelma menjadi pemuda tampan, melainkan mati dan sudah berulat karena tidak diberi makan. Bau busuk pun menyebar ke mana-mana. Keenam putri tersebut keluar dari kamarnya sambil muntah-muntah.
Akhirnya seisi istana menjadi gempar. Seluruh penghuni istana turut muntah-muntah karena mencium bau busuk itu. Sang Raja pun menjadi murka melihat perbuatan keenam putrinya tersebut dan memberi hukuman kepada mereka, yaitu memerintahkan mereka untuk membersihkan kamar masing-masing dari bau busuk itu. Bujang Katak dan Putri Bungsu pun hanya tersenyum melihat kelakuan keenam kakaknya tersebut.
Beberapa tahun kemudian. Sang Raja sudah tidak mampu lagi menjalankan tugas-tugas kerajaan karena usianya yang sudah semakian tua. Akhirnya, ia pun mengundurkan diri dan menobatkan Bujang Katak sebagai raja. Bujang Katak bersama istrinya memimpin negeri itu dengan arif dan bijaksana.
* * *
Demikian cerita Bujang Katak dari daerah Bangka, Provinsi Bangka-Belitung (Babel), Indonesia. Cerita di atas termasuk kategori dongeng yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya ada dua pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas yaitu, keburukan sifat suka memandang rendah orang lain dan suka bertindak bodoh.
Pertama, sifat suka memandang rendah orang lain. Sifat ini tercermin pada sikap dan perilaku keenam putri Raja yang memandang rendah Bujang Katak dengan meludahi kepalanya. Dalam kehidupan orang Melayu, sifat ini sangatlah tercela. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:  
kalau suka merendahkan orang,
kalau tak menjadi abu, menjadi arang
Kedua, keburukan sifat suka bertindak bodoh. Sifat ini tercermin pada sikap dan perilaku keenam putri Raja. Mereka menyimpan katak di dalam kamar masing-masing, karena mengira katak-katak tersebut akan berubah menjadi seorang pemuda tampan seperti Bujang Katak. Akibatnya, mereka mendapat hukuman dari sang Raja karena menyebabkan istana berbau bangkai katak. (Samsuni /sas/116/12-08)

Cerita Rakyat Si Kelingking

Cerita rakyat si Kelingking merupakan cerita rakyat dari Bangka Belitung, yang berkisah tentang seorang anak yang hanya sebesar kelingking, tapi memiliki kekuatan yang besar. Cerita rakyat dari Bangka Belitung ini begitu terkenal dan menarik.

Sebelum membaca lanjutan cerita rakyat dari Bangka Belitung ini, kami juga sudah sharing mengenai cerita rakyat Lutung Kasarung dan cerita rakyat Legenda Danau Toba. Oke, kalau begitu, silakan membaca cerita rakyat dari Bangka Belitung berjudul Si Kelingking ini…

***

Di Pulau Belitung tinggallah sepasang suami istri yang hidup miskin dan sudah tua. Selama menikah mereka belum dikaruniai seorang anak pun. Usia yang semakin menua menyebabkan keinginan mereka untuk memiliki anak semakin kuat. Mereka berpikir jika saja memiliki seorang anak pastilah anak tersebut dapat membantu mereka mengurus rumah, mencari nafkah dan merawat mereka jika sudah tidak mampu untuk bekerja lagi. Namun, sangat disayangkan karena tidak ada seorang anak pun yang mau menjadi anak asuh mereka karena kehidupan suami istri yang sudah tua dan miskin itu.

Sang nenek berpikir bahwa dia akan menerima anak dengan gembira walaupun anak tersebut hanya seukuruan jari kelingking. Keinginan sang nenek menjadi doa yang dimakbulkan Tuhan. Tiba-tiba saja si nenek hamil dan setelah cukup bulan, dia melahirkan seorang bayi laki-laki. Namun, seperti yang dikatakannya dulu bahwa anak tersebut hanya seukuran jadi kelingking orang dewasa. Walaupun sudah diberi makan yang cukup tubuh anak tersebut tidak juga membesar, karena memiliki tubuh yang kecil anak tersebut diberi nama si kelingking.

Mendapat anak yang tidak seperti biasa menyebabkan kakek dan nenek tersebut merasa malu jika ada tetangga yang tahu. Mereka akhirnya sepakat untuk membunuh anak tersebut agar tidak diketahui orang lain. Suatu hari sang kakek membawa anaknya ke hutan dan mengatakan bahwa dia akan menebang pohon yang besar. Si kelingking disuruh berdiri tepat di samping pohon besar itu. Sang kakek dengan semangat lalu menebang pohon tersebut dan benar saja, pohon itu jatuh tepat mengenai kepala si kelingking. Melihat hal itu sang kakek merasa gembira dan pulang ke rumahnya.

Sore hari ketika sang kakek dan nenek duduk di beranda tiba-tiba terdengar suara anak kecil terteriak-teriak sambil membawa batang kayu yang besar. Anak kecil itu tak lain adalah si kelingking. Dia datang membawa pohon besar tersebut. Kemudian si kakek menyuruh kelingking untuk membelah pohon itu menjadi potongan kayu yang kecil untuk dijadikan kayu bakar. Si kelingking tetap senang mengerjarkan pekerjaan yang diperintahkan ayahnya.

Walaupun begitu kakek dan nenek yang tidak lain adalah orang tua si kelingking ternyata tetap tidak senang dan ingin mencoba membunuh kelingking sekali lagi. Oleh karena itu, suatu hari sang kakek mengajak kelingking ke kali sungai yang besar. Kakek tersebut bermaksud ingin menggulingkan batu yang besar agar menimpa kelingking. Kakek tersebut berbohong pada anaknya bahwa batu itu akan dijadikan pondasi rumah mereka.

Si kelingking merasa senang akan memiliki rumah baru, sehingga dia mengikuti ayahnya ke sungai. Sampai di sungai kakek tersebut memerintahkan kelingking untuk berdiri di sebelah batu besar, kemudian sang kakek menggunakan linggis untuk menggeser batu besar itu. Si kelingking yang tidak mengira merasa terkejut ketika batu tersebut menggelinding ke arahnya. Setelah si kelingking terlindas oleh batu besar tersebut, sang kakek dengan senang pulang ke rumah dan memberi tahu istrinya.

Ketika sore hari alangkah terkejutnya kedua suami istri tersebut saat mendengar suara seorang anak yang berteriak hendak diletakkan di mana batu besar itu. Ternyata kelingking pulang sambil membawa batu besar yang tadi telah menimpanya. Sang kakek lalu memerintahkan kelingking untuk memecah batu tersebut menjadi kecil-kecil agar bisa dijadikan pondasi rumah mereka. Melihat kelingking mengerjakan semua pekerjaan dengan gembira kakek dan nenek itu merasa sangat menyesal karena telah berusaha membunuh kelingking. Mereka lalu meminta maaf kepada kelingking dan merawatnya dengan penuh kasih sayang.

***


Cerita rakyat dari Bangka Belitung mengisahkan seorang anak yang baik tapi disia-siakan oleh orangtuanya. Cerita rakyat dari Bangka Belitung berjudul Si Kelingking memiliki pesan moral yang sangat mendalam. Para orangtua yang membaca cerita rakyat dari Bangka Belitung ini sebaiknya dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh anaknya. Karena, anak adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Sebagai anugerah sudah sepantasnya anak dirawat dan dididik agar memiliki sifat-sifat yang baik.[]

Hikayat Raja Berekor


Cerita ini merupakan kegiatan dari asal usul Pulau Belitung.Dimana terdapat sebuah pulau hanyut yang di akibatkan kemurkaan seorang raja di Bali akibat anaknya mengandung anak akibat hubungan nya dengan anjing kesayangan nya.
Hatta setelah tiba waktunya,sang putri yang mengandung akibat hubungan dengan anjing kesayangan nya,melahirkan seorang bayi laki-laki.Berbeda dengan bayi normal,sekujur tubuh bayi tersebut penuh di tumbuhi bulu-bulu subur serta memiliki sebuah ekor kecil,layaknya anjing.
Ringkas cerita,karena persediaan makanan kiriman dari istana sebelum di kutuk ayahnya telah menipis,sang putrid pun mulai menggantungkan hidup dari alam.Untuk membesarkan anaknya,di temani anjing kesayangan nya ia berburu biantang apa saja yang ada di hutan,menangkap ikann di sungai,serta memakan tumbuhan hutan apa saja yang bisa di makan.Oleh ibunya,setelah beranjak besar,si anak berekor di ajarkan cara berburu dan menangkap ikan di sungai.
Satu hari,si anak berekor berburu sendiri ke hutan.Dalam hutan ia bertemu sepasang burung ( di sebutkan sebagai burung kutilang,red) yang sedang memberi makan anaknya.Sedianya ia akan memanah burung-buruba tersebut.Namun mengingat burung tersebut sedang memberi makan ankanya,anak berekor pun mengurungkan niatnya.Dalam hatinya malah tibul rasa kasihan melihat keharmonisan keluarga burung tersebut.
Sepanjang hari itu,ia merasa sangat terkesan dengan keluarga burung tersebut.Sepanjang perjalanan ia terus terbayang kemesraan burung tersebut.Hingga tak seokor burung pun berhasil ia panah hari itu.
Setiba di rumah,ia pun segera menghampiri ibunya dan bertanya, “ Mak ,dimane aya aku ne ? “
Di Tanya demikian,si Ibu kaget.Lalu menjawab “ Aya kau ndak ade “
Tak puas dengan jawaban ibunya,si anak pun lantas berujar,” Ndak mungkin anak manusie ndak ade aya.Sedangkan binatang sajak macam burong kutilang nok aku liat de bang utan tadik ade umak bapak e.”
Walau di desak,sang putrid tetap tak menjawab.Hingga kemudian anak nya berkata keras kepada ibunya.” Sebutla benar-benar demane aya aku ? kaluk,ikam ndak,ikam aku buno.” sergahnya dengan bengis.
Mendengar ancaman tersebut,karuan si ibu ketakutan.Sebab anaknya kini telah menjadi laki-laki dewasa bertubuh tinggi besar,berotot,pemberani,tangkas dan sangat kuat.Akhirnya,setelah berkali-kali di ancam,sang ibu pun berkata,”Aya kau to si Tumang,asuk kesayangen kite.”
Mendengar jawaban tersebut,bukan main marah nya si anak berekor.Sekejap kemudian ia telah berhasil mengkap Tumang yang berdiri tak jauh dari ibunya.Dalam hitungan detik terdengar lengkingan pendek tapi nyaring si Tumang.Sekejap kemudian,Nampak anjing itu telah terkapar di atas tanah.Kepalanya hancur,akibat bantingan keras si anak.Tumang,anjing kesayangan sang putrid,yang adalah ayah biologis si anak berekor,mati mengenaskan akabat di banting anak ny sendiri.Bangkai nya lalu di hanyutkan di sungai.
Begitulah,waktu pun terus berjalan.Si anak berekor telah tumbuh menjadi seorang pemuda normal yang gagah perkasa,namun ekornya makin panjang.Satu hari,kepada ibunya,pemuda berekor itu minta izin untuk menjelajahi daerah lain.Oleh ibunya ia di sarankan membuat perahu.
Singat cerita.setelah perahu dan berbagai perlengkapan serta perbekalan selesai di siapkan,pemuda bereokor pun berangkat.berlayar mengarungi samudra tanpa tahu arah tujuan pasti,hingga akhirnya mencapai daratan pulau Sumatra,yang masuk wilayah kekuasaan Raja Palembang.
Mengetahui daerah tempatnya mendarat termasuk wilayah kekuasaan Raja Palembang,pemuda berekor itu pun datang menghadap ke istana.Kepada Raja Palembang ia mengajukan diri untuk menjadi raja.Raja Palembang setuju dengan usulan tersebut.Namun syaratnya,ia harus memerintah di daerah asalnya,dan daerah tersebut menjadi taklukan Raja Palembang.
Syarat Raja Palembang itu di terima pemuda berekor,hinga jadilah ia sebagai seorang Raja di daerah asalnya yang kemudian terkenal dengan Raja Berekor.Namun,sebelum kembali ke daerah asalnya,ia di bekali perlengkapan secukupnya dan rakyat berasal dari daerah taklukan Raja Palembang Konon jumlahnya setara dengan delapan gantang butir padi.
Di kisahkan setiba di Belitung,Raja Berekor mendirikan istana di sekitar Aik Bebulak,Kelekak Usang kea rah perawas,sejajar dengan aliran sungai Cerucuk yang melintasi Kampung Perawas sekarang ini.Singgasananya terbuat dari sebuah tempayan besar.Dii atas tempayan besar itulah di letakan satu keeping papan dari kayu ulin yang di beri lobang,sebagai tempatnya memasukan ekor ketika duduk di sanggasana.Alhasil,kemanapun Raja Berekor ini pergi tempat duduk itu selalu di bawa.

Dalam menjalankan pemerintahan,Raja Berekor di dampingi Sembilan pembantu,terdiri atas : perdana mentri,hulubalang dan pesuruh yang salah satunya bernama sikum.Selain itu di tangkap pula sejumlah perempuan untuk di jadikan juru masak dan dayang-dayang istana.Dengan dukungan sejumlah pembantunya,pemerintahan Raja Berekor berjalan baik dan sesuai dengan kehendak raja.Pendek kata,setiap kehendak raja selalu di turuti para pembantu nya,yang sebenarnya takut dengan kekekaran dan kebengisan nya.

Satu hari seorang juru masak istana membuat kelalaian .Saat menyiapkan makanan siang buat sang raja ,salah satu jarinya tersayat pisau, hingga darahnya menetes dalam makanan yang sedang disiapkan .Ketika makanan tersebut dihidangkan kepada sang raja bukan mainnya takut juru masak .
Tapi ,apa yang terjadi kemudian ?Setelah dihidangkan sang raja memakannya dengan lahap .Sekonyong-konyong ,Raja berekor tertawa terbahak-bahak ,sambil berteriak keras kepada Perdana Mentrinya .
“Perdana Mentri panggil juru masak !”Perdana Mentri pun langsung memanggil juru masak dan kembali menghadap sang raja bersama juru masak tak lama kemudian .
“Ampun Baginda hamba datang ngadap ,”ujar Perdana mentri di ikuti juru masak .
‘Juru masak !Nyaman benar kau masak sari ne ‘,rasenye lebe nyaman dari masakan nok lauda-uda .Bahan ape nok kau masokkan de dalamnye ?tanyak raja berekor .
Ditanya demikian ,juru masak gemetaran .mukanya pucat pasi .Keringat dingin mengucur deras didahinya .
“Ampun, tuan ku ,hamba masak macam biase sajak,ndak ade nok demasokan bang masakan itu .semuenye bumbu masakan kan bahan nok ade dedapor kitelah.,”jawab juru masak itu gemetaran .,”Akh ,ndak mungkin !” sergah sang raja .”cuba terus terang ,pasti ade nik lebeh dari biase e,” sergah sang raja lagi.
Takut dengan raja,juru masak itu pun dengan pasrah dan terbata-bata berujar,”seingat hamba,waktu mengiris sayor,ujung tangan hamba teriris pisuk lalu bannyak keluar dara.Dara itu tecampor kan bumbu tadik” jawab juru masak sambil gemetaran.
Mendengar jawaban si juru masak,sang raja tersenyum sambil mengangguk-angguk kecil.Dalam hatinya terbayang mungkin darah manusia di campur daging manusia lebih enak rasanya.Hingga akhirnya muncul keinginan untuk memakan daging manusia.Sesaat kemudian ia pun berkata kepada perdana mentri
“Perdana Mentri,ngape kite ndak nyubak makan daging manusie sajak ?” Tanya raja lagi.
“ Hamba,…ndak sampai ati tuanku,” jawab Perdana Mentri ketakutan.
Di jawab demikian,meledaklah kemarahan sang raja.Sambil menghunus pedang ia berteriak, “ turutek perinta aku ! kaluk ndak kau nok aku buno “
Akhirnya dengan sangat terpaksa Perdana Mentri menuruti kehendak raja itu.Membunuh manusia untuk di jadikan santapan raja.Korban pertamanya adalah juru masak.Rupanya dugaan raja bengis itu benar.Ketika menyantap daging sang juru masak ia Nampak merasakan kenikmatan tiada tara.
Sejak saat itu,setiap hari,pasti ada rakyatnya yang di korbankan untuk di jadikan santapan raja pemakan manusia itu.Semua jenis dan tingkatan umur di coba.Anak-anak,orang dewasa,orang tua,laki-laki,maupun perempuan.Malahan terkadang dalam sehari lebih dari satu orang yang menjadi korban.
Akibatnya,rakyat semakin takut.Kerajaan pun semakin sepi.Semua rakyat berdiam diri di rumah,menghindar agar tidak menjadi santapan raja.Akhirnya,rakyat yang semula begitu banyak hari demi hari menjadi kian sedikit.Sementara para pembantu istana tak berdaya mengatasi tabiat buruk raja yang buas dan kejam itu.
Satu saat,tanpa di ketahui para hulu baling istana rakyat melarikan diri ke daerah Belantu,Sijuk,Buding dan daerah lainya.Sedang yang belum melarikan diri dan jumlahnya sangat sedikit,kemudian mendapat giliran menjadi santtapan raja.Hingga akhirnya yang tertinggal hanya Sembilan orang pembantu raja saja.Mengetahui rakyat nya sudah tak ada lagi di kerajaan,Raja Berekor pun menjadi gelisah dan menanyakannya kepada Sembilan pembantu nya.Oleh mereka di jawab bahwa,rakyat telahh habis dijadikan santapan raja.
Karena haus dengan daran dan daging manusia,raja pun bermaksud memakan ke Sembilan pembantunya yang masih tersisa di istana.Namun bagaimana caranya ? Segera la raja bengis ini memanggil ke Sembilan pembantunya dan mengadakan seyembara yang terdiri dari dua buah teka teki berbunyi : “ DELIPAT KEMBANG DELIKOR,DELIMA KEMBANG DELIKAM “
“ Barang siape ndak dapat ngenjawabnye,kan aku buno.Untuk itu mikak kuberik waktu duak ari untuk ngenjawabnye,” ungkap raja.

Mendapat seyembara tersebut ke Sembilan pembantu raja itu segera bermusyawarah.Salah satunya adalah pak Sikum.Orang tua ini sudah lama mengabdi pada kerajaan.Hingga ia tahu persis keadaan kerajaan.Setelah bermusyawarah,ke Sembilan orang ini pun akhirnya berhasil memecahkan teka teki tersebut.” DELIPAT KEMBANG DELIKOR “ berarti berarti empat orang dimakan waktu lohor ( siang ) dan DELIMA KEMBANG DELIKAM berarti lima orang di makan waktu malam.

Setelah berhasil memecahkan teka-teki tersebut tiba-tiba pak Sikum berteriak,” Kite harus ngadilek raje lalim itu “
Tapi,lanjut dia,”kite ndak mungkin ngembunonye secare terang-terangen.Sebab die sakti,die juak kebal kan senjate tajam.”

Menghadapi kenyataan itu,semua yang hadir terdiam.Namun,tiba-tiba Pak Sikum teringat sesuatu.” De istana ne tersimpan duak buah alu sakti terbuat dari kayu simpor laki.Alu sakti itu la nok dapat ngembuno raje,” ujarnya setengah berteriak.
Untuk melaksanakan niatnya,Sembilan pembantu raja itu pun mencuri dua buah alu sakti tersebut.Lalu,mereka menyususn rencana pembunuhan terhadap raja bengis itu.Disepakati waktunya saat mereka menghadap raja ketika batas waktu yang di berikan habis.
Batas waktu yang di terapkan raja pun tiba.Ke Sembilan pembantu raja datang menghadap.Namun,dari singgasananya,raja merasa kejanggalan pada para pembantunya.Dua di antara mereka tidak membawa tombak seperti biasa,api membawa alu.Hingga Raja Berekor menjadi agak sedikit curiga.
Masih curiga,raja pun menanyakan apakah mereka sudah berhasil menjawab teka-teki yang di ajukan nya dua hari lalu.
Pertanyaan raja itu,secara berpantun di jawab Perdana Mentri,dengan membalikan teka-teki yang di ajukan :
DELIPAT KEMBANG DELIKOR
DELIPAT KEMBANG DELIKAM
URANG LIMAK NGIBIT IKOR
URANG EMPAT SERETE NIKAM
Belum sempat,raja bereaksi pak Sikum,langsung membalas pantun Perdana Mentri :
SAK DUA DAUN SIMPOR
KETIGE DAUN GENALU
URANG LIMAK NGIBIT IKOR
URANG DUA NGEMPOK KEN ALU
Mendengar jawaban tersebut,sadarlah Raja Berekir bahwa pantun itu adalah siasat Sembilan para pembantunya untuk membunuhnya.Seketika murkalah Raja Berekor.Ia bangkit dari singgasananya,hingga tanpa di sadari ekornya turut keluar dari lobang tempayan.
Begitu melihat ekor sang raja keluar,serentak para pembantu raja itu menyerang.Lima orang memegangi ekor,empat lainya masing-masing dua orang memukul kepala raja bengis dan kejam itu dengan alu sakti dan menusuknya dengan keris.Akibatnya seketika tubuh raja yang besar dan kekar itu pun tumbang bersimbah darah.Mayatnya,oleh Sembilan pembantunya,di hanyutkan ke sungai.Dengan begitu tamatlah riwayat Raja Berekor,pemangsa manusia yang begitu bengis dan kejam itu.
***
Kayu simpor laki ini meurut kepercayaan orang Belitung sebagai penagkal binaang buas dan berbisa,seperti harimau dan ular.Menurut cerita kesaktian simpor laki ini di dukung oleh pepatah lama di Belitung yang berbunyi :
ALU SEGIOK GIONG
SEGALE-GALE UBI
SEKUCAK-SEKUCONG
TENTONG KAYU BINGKOK,BINGKOK DEMAKAN API
ALU UKAN SEMBARANG ALU
ALU TEBUAT DARI SIMPOR LAKI
SIFAT NOK BEIKOR
AMUN TEPELASA KAN SIMPOR LAKI
TENTU MATI

Cerita Rakyat Bangka Belitung

Doa Kucing dan Anjing kepada Majikannya

Dahulu kala, kucing dan anjing adalah dua sahabat yang tinggal dalam satu rumah di sebuah rumah di tengah hutan. Si empunya rumah sangat menyayangi kedua peliharaannya tersebut. Anjing dan kucing juga hidup rukun, tidak pernah bertengkar. Jika ada masalah mereka berdua selalu memecahkannya bersama-sama. Selalu kompak dalam segala hal. Suka duka di bagi bersama-sama. Bekerja dan bermain pun mereka selalu bersama-sama. Dari bangun tidur , bersantai dan bercerita jika siang telah tiba, dan tidur bersama-sama pula. Tuan mereka pun begitu bahagia memiliki kedua hewan peliharaannya itu hidup rukun.
Hingga disuatu siang yang begitu terik, si kucing lelah berburu tikus, dan anjing pun lelah bekerja membantu majikannya berburu, kedua sahabat itu duduk bersantai di teras rumah. Mereka bercengkrama, saling bertukar pikiran.
“Jing, aku ingin bertanya padamu, tolong kau jawab dengan sejujur-jujurnya?” begitu kucing memulai pembicaraan. Anjing menoleh ke arah kucig dan mengerutkan dahinya.
“Alaaah,,sepertinya selama ini kau tak percaya padaku, Cing. Apakah aku pernah berdusta padamu?” sepertinya anjing kurang suka dengan kata-kata kucing barusan. Kucing langsung sadar, bahwa ia harus meluruskan maksudnya,
“Eeiiiiit,,,bukan maksud menyinggungmu teman. Aku hanya ingin bertanya apakah yang akan kau lakukan jika majikan kita yang sudah begitu baik pada kita?” Tanya kucing lagi.
“Bukankah itu sudah menjadi tanggung jawabnya karena telah memelihara kita,” jawab anjing sekenanya. Kucing sudah paham dengan sahabatnya itu. Selalu berkata seenaknya saja, tanpa piker panjang. Tak perduli apakah orang akan terima, atau sebaliknya.
“iya teman, tapi apakah tidak pernah terlintas dalam pikiranmu, untuk membalas kebaikan majikan kita, walau hanya sekedar doa kepada Yang Maha Agung,” kucing menambahkan.
“Entahlah, belum sempat terpikirkan olehku,” begitu anjing masih dengan sikapnya yang cuek.
“Aku sih memang tak bisa berbuat banyak kepada tuan majikan, tapi sebelum aku tidur, aku selalu berberdoa, agar Tuhan memberikan rizki yang melimpah, dan hasil berhuma yang banyak, agar pada saat musing hujan, aku tidak kedingingan. Aku masih bisa tidur pulas setelah berkerja seharian di lumbung padi tuan majikan”. Kata kucing dengan semangat. Anjing tak mau kalah, dengan mata berbinar-binar dia juga ingin mengalahkan kucing,
“Kalau itu sih aku selalu melakukannya”, kata anjing..kemudian berpikir sejenak. Tersenyum kecil. Terlintas dalam pikirannya untuk ngerjain kucing.
“Lakukan apa, Jing?” Tanya kucing.
“Aku selalu berdoa kepada Dia Yang Maha Perkasa,” jawab anjing bangga.
“Apa doamu?”
“Aku berdoa agar tuan majikan cepat mati,,,” .”Haaah…apa?” kucing seperti tak percaya.
“Iya,,Kalau tuan majikan mati, aku bisa makan tulang ayam sisa acara tahlilan tuan majikan. Kan lumayan. Coba pikirkan, peliharaan yang suka tulang hanya aku, sedangkan peliharaan tuan itu hanya aku. Jadi, aku akan kenyang sekenyang-kenyangnya….” Jawab anjing dengan bangga. Kucing sedih hatinya mendengar doa sahabatnya itu. Kucing berharap tabiat sahabatnya itu bisa berubah, agar dia dan sahabatnya itu bisa rukun selamanya. Sedangkan anjing tertawa sembunyi-sembunyi agar sahabatnya itu tetap percaya dengan kata-katanya.
Tapi malang. ternyata majikannya mendengar sejak tadi tentang apa yang mereka bicarakan. Majikannya sangat bersedih hatinya. Alangkah buruk doa peliharaannya itu. Dengan murka dia mengusir anjing dari rumah.
Meskipun kucing telah berkali-kali meminta maaf kepada majikannya, agar bisa memaafkan sahabatnya itu. Akan tetapi, majikannya tetap mengusir anjing yang dianggap tidka bisa berbalas budi.
Anjing juga berulang kali menjelaskan kalau mereka hanya berolok-olok. Dan kata-kata anjing itu hanya dusta, dan berniat ngerjain sahabatnya saja, dan ia sangat menyeyangi majikannya itu. Tapi, majikannya tetap percaya dengan apa yang didengarnya sendiri. Anjing bersedih hatinya dan dengan perasaan hancur pergi dari rumah. Padahal dalam hatinya, anjing sangat menyayangi tuan majikannya itu, terlebih sahabatnya itu. Hanya karena ia tidak bisa menjaga perkataannya, ia harus kehilangan kebahagiaan yang telah lama ia rasakan.
Begitupu kucing yang sangat menyesali hal itu. Karena keisengannya untuk bertanya tentang hal itu, dan akhirnya ia harus kehilangan sahabatnya itu. Semua memang terjadi diluar perkiraan. Kini, tinggallah kucing sendiri di rumah dan anjing telah pergi ke dalam hutan bersama penyesalan mereka masing-masing. ***

Kisah Durhaka dibalik Batu Besar Balai di Bangka

Salah satu hal yang menarik dari objek wisata di wilayah Bangka Belitung, selain dari pantai-pantainya yang eksotis, adalah adanya batu-batu yang ukurannya besar. Sebut saja batu-batu yang berada di tepian Pantai Tanjung Tinggi ataupun di Pantai Bedaun yang juga mempunyai batu-batu khas pulau Bangka yang lebih besar ukurannya dari pantai-pantai lainnnya. Belum lagi dengan Pantai Batu Perahu di Toboali yang dilengkapi dengan susunan batu-batu granit berukuran besar plus keindahan pasir putih pantainya.


Nah, di negeri laskar pelangi ini juga ada sebuah batu yang tak kalah menariknya yaitu Batu Balai. Batu ini merupakan salah satu keajaiban alam di Bangka Barat, tepatnya di Kampung Balai, Kelurahan Tanjung, Muntok. Batu besar itu bertumpuk dua dan bagian paling atasnya menyerupai buritan sebuah perahu.

Layaknya perahu layar, bagian pinggir batu yang menyerupai buritan tersebut membekas laksana membentuk aluir-alur atau dikenal dengan istilah Polka (tempat pengikat terpal) dalam dunia perkapalan.Sebuah pohon besar tumbuh tepat di antara dua buah batu besar yang tersusun tersebut. Soal berapa umurnya pohon tersebut belum ada informasi yang dapat menjelaskannya.
Ada yang menarik dari batu ini, ketika dipukul dengan tangan akan terdengar suara pong-pong sementara dari atas batu terlihat bagian mirip seperti peralatan lemari. Sementara pohon yang berdiri di atas batu dalam cerita yang dikenal masyarakat sebagai tiang perahu layar

Kisah Anak yang durhaka
Keberadaan Batu Balai itu tak terlepas dari cerita rakyat yang mengisahkan tentang anak yang durhaka kepada ibunya. Yup, kisah tentang anak yang durhaka kepada ibunya sepertinya sangat familiar alias tidak asing lagi di telinga kita. Tentu kita tahu Malin kundang bukan? Atau kisah dari batu di sebuah Gua di Aceh yang bernama Gua Putrin Pukes. Keduanya, baik itu Malin Kundang dan Putri Pkues menjadi batu lantaran durhaka kepada ibunya.

Setali tiga keping dengannya, cerita rakyat dibalik Batu Balai pun hampir sama. Menurut tetua di daerah tersebut, dulunya batu itu dilatarbelakangi oleh kehidupan sebuah keluarga dimana ada anak yang bernama Dempu awang bersikapu p durhaka kepada ibunya.

Singkat kata, Dempu Awang pergi merantau untuk kehidupan yang lebih baik, sebagai seoarang ibu pastilah tak ada lagi perbuatan yang mesti dilakukan selain mendoakannya agar sukses di perantauan. Nah,seiring berjalannya waktu ternyata sukses anak itu di perantauan dan punya istri yang cantik jelita. Suatu waktu istrinya ingin melihat menjenguk ibunya Dempu dan Dempu pun mengiyakan. Mereka pun lantas angkat jangkar dan berlayar.

Sesampainya di kampung dan bertemu dengan ibunya Dempu, apa yang terjadi? Tak seperti yang diharapkan, Dempu malu dan tidak mengakui ibu yang berada di hadapannya. Hancurlah berkeping-keping hati Ibunya terlebih saat Dempu mendorong ibunya sampai terjatuh.

Sumpah serapah keluar dari mulut ibunya dan doanya benar-benar dikabulkan oleh yang punya jagat raya. Saat Dempu Awang hendak berlayar meninggalkan pelabuhan Mentok, tiba-tiba sajan langit menjadi mendung. Tak lama kemudian turun hujan deras disertai angin topan dan petir. Tiba-tiba gelombang laut setinggi gunung menghantam keras kapal Dempu Awang. Kapal oleng kapten, huehehehehe, benar saja kapalnya itu terbelah menjadi dua, lalu karam ke dasar laut.

Setelah cuaca kembali cerah, tiba-tiba ada sebuah batu besar di tempat kapal Dempu Awang karam. Batu yang menyerupai kapal besar itu merupakan penjelmaan Dempu Awang dan kapalnya, sedangkan istrinya menjelma menjadi kera putih. Oleh masyarakat setempat batu itu diberi nama sebagai Batu Balai karena dulunya di samping batu itu terdapat sebuah balai yang biasa dijadikan sebagai tempat untuk bermusyawarah.